〔 𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 - 𝐓𝐇𝐑𝐄𝐄 〕
〔 𝐇𝐄𝐋𝐋-𝐄𝐕𝐀𝐓𝐎𝐑 〕
Inspired by song of STRAYKIDS - HELLEVATOR
Start : October 4th 2020
End : -
(n) This story is original from Mundane thought.
It is forbidden to copy and paste this story without the permission of Mundane. If there is a similarity in other stories, it's an accident. Happy reading!!.
Mereka saling bergandengan dan memastikan mereka berjalan beriringan kecuali Handelard yang seolah-olah tau segalanya tentang kastil lama itu. Pencahayaan yang terbatas membuat jarak pandangan mereka juga terbatas. Tidak ada sedikitpun cahaya matahari masuk dalam kastil tersebut.
Hanya ada suara derap langkah, deru angin yang berhembus entah darimana, dan suara kaca yang berjatuhan. Suara itu membuat mereka bertujuh merinding, pasalnya kastil ini tidak mungkin masih dihuni oleh manusia. Handelard? terlihat biasa saja karena tidak tertarik sama sekali dengan kejadian seperti ini.
Cukup lama mereka berjalan, samar-samar Abinara melihat sebuah cahaya merah dari arah depan. "Apa itu?" kata Abinara sambil menunjuk kearah depan.
"Kayaknya udah mau sampe, ayo cepatin dikit lah" tutur Lino yang kelelahan dengan perjalanan ini.
Mereka pun mempercepat langkah dan kemudian sampai didepan cahaya merah yang dimaksud Abinara tadi. Itu adalah lift usang. Tetapi, kenapa masih ada lampu yang menyala didalam lift itu? Apakah masih ada yang menghuni kastil ini?
Mereka ber-delapan sudah sampai tepat di lift itu. Diam hening tak bergeming, karena di lift itu terdapat banyak sekali cap tangan dari darah.
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras dan menyeramkan dari arah lift itu.
"Selamat datang dalam permainan menyenangkan ini, Anak Muda." kata seseorang dari arah lift tersebut namun tak berwujud.
"Siapa lo?! Tunjukkin diri lo disini!" teriak Hyunjinio.
"Aku adalah pemimpin dari pemilik kastil ini. Aku memang tidak berwujud, tetapi aku bisa melihat kalian dan mencium bau darah segar kalian." Kata-kata itu sukses membuat mereka berdelapan merinding.
"Ini merupakan jalan awal mula kehidupan kalian. Jika kamu selamat dari permainian ini, kamu adalah orang yang benar-benar menginginkan kesedihan. Dan, jika kamu mati dalam permainan ini, kamu adalah orang yang benar-benar pasrah dengan kehidupan."
"Hanya orang-orang tak punya tujuan yang datang singgah ke kastil ini."
"Aku beri kalian dua pilihan, masuk kedalam lift dan memulai permainan atau tidak masuk kedalam lift dan memilih keluar dari permainan."
"Gue pilih opsi 2." putus Felixiano tiba-tiba.
"Loh, lo gabisa gitu lix. Kita sama-sama kesini, gak mungkin kita misah." ucap Seungminera tidak terima dengan keputusan Felixiano tadi.
"Apapun pilihan mu, ingatlah kata kuncinya. Jangan percaya pada siapapun dalam lingkaran ini." lanjut sosok tak berwujud itu.
Handelard hanya diam. Ia benar-benar ingin pergi namun ia ingat bahwa ialah yang mengajak sahabatnya itu kedalam kastil ini juga. Tanpa fikir panjang, Han masuk kedalam lift dan bersandar di dinding lift.
Jujur mereka sangat bingung, perbedaan pendapat membuat mereka terpecah belah seperti ini.
"Gue ikut Felix." kata Hyunjinio langsung mendekati Felix, dan Felix hanya tersenyum sambil memandang sinis Handelard. Oke, mereka sekarang semakin terpecah. Seungminera, Karellino, Abinara, Jeonginora, dan Christopher masih bimbang dengan keputusan mereka.
"Gue ikut Han." mantap Lino. "Gue juga ikut Han." Abinara juga memantapkan pilihannya.
Tersisa Christopher, Seungminera, dan Jeonginora yang masih belum mengambil keputusan.
"Jeong, lo mau ikut dalam permainan?" tanya Seungminera ke Jeongin. "Mau, tapi takut hyung..." tutur Jeonginora.
"Cih, yang begini aja lo takut." sarkas Handelard.
"Gue sama Jeonginora ikut Felix." pinta Seungminera sambil merangkul Jeonginora.
"Lix, maafin gue. Gue pilih opsi satu." kata Chris kepada Felixiano.
"Sekali bejat tetaplah bejat. Cih." balas Felixiano dengan tatapan sinisnya.
"Bagus, kalian sudah mengambil keputusan masing-masing. Ingatlah selalu untuk jangan percaya pada siapapun dalam lingkaran ini"
Tak lama kemudian, lift itu tertutup dan naik perlahan keatas. Menyisakan Hyunjinio, Felixiano, Seungminera, dan Jeonginora di depan lift tadi.
—
"Terus kita ngapain? masa nunggu sampe mereka selesai?"
Belum sempat Hyunjinio ingin menjawab, terdengar derap langkah yang begitu keras dan membuat sekitar mereka bergetar bagaikan gempa. Mereka berempat bergandengan tangan dan memastikan semua aman dalam jangkauan.
"Anjing! ada monster! Lari!" Hyunjinio pun lari terlebih dahulu. Seungminera yang menyadari itu langsung menggandeng tangan Jeonginora dan Felixiano. Sayangnya, Felixiano terlambat. Ia diseret oleh monster hitam itu dan hanya terdengar teriakan orang yang kesakitan. Seungminera hanya diam mendengarkan suara itu dari kejauhan. Ia berharap sahabatnya itu tidak terluka parah.
Sayangnya ekspektasi Seungminera tidak sesuai dengan realita yang ada. Monster itu telah pergi, dan menyisakan Felix yang terbaring lemah tak berdaya dengan kulit yang sobek disekujur tubuhnya. Seungminera menatap lekat mayat sahabatnya itu, lalu ada sehelai kain yang jatuh dari atas. Kain itu bertuliskan...
FELIXIANO WAS DIE.
Tulisan yang ada pada kain itu membuat Seungminera terduduk lemas. Tulisan itu diitulis dengan darah segar dan sobekan kain dari baju Felixiano. Ia masih tak percaya sahabatnya yang ia kenal penyayang ini mati terlebih dahulu.
to be continued.
cr. Adjie Juanda Aldebrn.
╱╱ 𝐉𝐔'𝐓𝐈𝐌𝐄—𝐔𝐒 . ╱╱ 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐈𝐀 𝐃𝐄 𝐋𝐄𝐕𝐀𝐍𝐒
Komentar
Posting Komentar